Menggapai ridha Allah melalui ketaatan terhadap suami

Marilah berusaha mendapat ridha Allah SWT, karena mendapatkan ridhNya adalah merupakan tujuan utama dari kehidupan seorang muslim dan muslimah dan kehidupan berumah tangga merupakan bagian darinya, dan satu diantaranya yang akan mendatangkan keridhaan Allah SWT adalah proses ketaatan istri terhadap suaminya. Sebuah tujuan yang lebih agung daripada berbagai kenikmatan apapun.

Tengoklah kisah Hajar, ia adalah lambang wanita sejati yang taat kepada suami dan perintah Allah SWT. Segala kesulitan, kepahitan, keresahan ditempuh Hajar bersama anak kecilnya, nabi Ismail AS ditengah-tengah padang pasir, adalah lambang kesetiaan dan kepatuhan seorang istri kepada amanah suaminya.

Pelajaran kisah dari Al-Qur’an yang menggambarkan seorang istri yang ditunjukkan oleh Hajar, yang sanggup menempuh berbagai kesulitan hidup semata-mata karena taat akan perintah Allah SWT dan suaminya Ibrahim AS. Sebagian kisah pengorbanan Hajar, ditengah-tengah terik panas di padang pasir yang kering kerontang, Nabi Ibrahim AS menunggang unta bersama Hajar, menempuh perjalanan jauh datang ke suatu daerah yang sekarang dikenal kota Mekkah. Sepanjang perjalanan, dikuatkan hatinya untuk terus bertawakal. Dia yakin, Allah SWT tidak akan menganiaya hamba-Nya. Pasti ada hikmah di balik perintah itu. Selepas kira-kira enam bulan perjalanan, tibalah mereka di sebuah lebah tandus di tengah-tengah padang pasir. Nabi Ibrahim AS menuruh istrinya untuk tinggal di tempat tersebut bersama sang bayi tanpa dirinya, di daerah yang belum ada penduduknya. Daerah itu hanya berupa padang pasir, gunung batu, tidak ada tumbuh-tumbuhan, tidak ada sumur, juga tidak ada sungai. Walaupun dalam keadaan seperti itu, Hajar menerima perintah suaminya karena ia yakin bahwa perintah itu benar dan merupakan perintah dari Allah SWT. Sebagaimana yang ia katakan, “Allahu amaroka bi hadza?” (Apakah Allah yang memeinrtah kepadamu agar saya tinggal disini?) Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am (Iya). Kemudian Hajar berkata lagi, Idzan laa yudlayyi’uni (Kalaulah begitu… Allah tidak akan membiarkanku).

Subhanallah..!! Sungguh gambaran istri yang taat kepada suaminya. Ditinggalkan dakwah oleh suaminya. Ditinggalkan sendiri dan bukan satu atau dua hari karena perjalanan Nabi Ibrahim AS dari Mekkah ke Syam sangat jauh dan belum ada pesawat udara. Hal itu bisa menjadi bahan renungan bagi anda sekalian wahai para istri, terutama tentang keadaan Hajar. Bagaimana ia mendapatkan makanan, minuman, pakaian untuk melanjutkan hidupnya? Bahkan, tidak ada tempat tinggal dan tidak ada siapa-siapa. Namun, itu semua diterimanya dengan sabar, ikhtiar, dan tawakal karena sebagai wujud ketaatan terhadap suami yang hakikatnya ketaatan kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT :
”Dan keridhaan Allah adalah lebih besar, itu adalah keberuntungan yang besar." (QS. At-Taubah : 72)

Diutamakannya ridha Allah SWT atas nikmat yang lain menunjukkan bahwa sekecil apapun yang akan membuahkan ridha Alah SWT itu lebih baik daripada semua jenis kenikmatan. Seorang istri hendaknya menjadikan ridha Allah SWT sebagai tujuan utama. Harapan untuk meraih ridha Allah SWT inilah yang seharusnya dijadikan motivasi bagi istri untuk senantiasa melaksanakan ketaatan kepada suami. Jika Allah SWT sudah memberikan ridha-Nya, adakah hal lain yang lebih baik untuk diharapkan?

Tapi ingatlah saudariku, bahwasanya ketaatan suami bukanlah seseuatu yang mutlak, tidak boleh taat kepadanya dalam hal kemaksiatan. Tidak ada alasan ketaatan untuk kemaksiatan.
“Tidak adan ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada Allah" (Sisilah Al Ahadits Ash Shahihah No 179)

Walaupun keluarga dalam masalah, seperti himpitan ekonomi, hutang yang kelewat besar atau persoalan hidup lainnya, seorang istri tetap tidak dibenarkan menuruti perintah suaminya yang melanggar kaidah syar’i. Rasullah SAW bersabda :
“Tidak ada kewajiban taat jika diperintahkan untuk durhaka kepada Allah. Kewajiban taat hanya ada dalam kebajikan" (HR Ahmad)

Imam Ahmad dan Al-Hakim meriwayatkan dari Al-Husain bin Mihshan bahwa bibinya datang kepada Nabi SAW untuk suatu keperluan, setelah dia selesai sari keperluannya, Nabi SAW bertanya kepada bibi Al-Husain, “apakah kamu bersuami?” Dia menjawab,”Ya”. Rasulullah SAW bertanya, “Bagaimana dirimu terhadapnya?” Dia menjawab, “Saya tidak melalaikannya kecuali jika saya tidak mampu”. Maka Rasulullah SAW bersabda :
“Bagaimana sikapmu terhadap suamimu…?! Sesungguhnya ia adalah surga dan nerakamu (sebagai sebab)" (HR Ahmad)



Sumber : Mahligai Suami Istri cetakan HASMI

ketaatan istri terhadap suami

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel