Sultan Baabullah, Sang Khalifah Dari Ternate
“Khalifah Islam Nusantara” merupakan gelar Sultan Baabullah. Lahir di Ternate, 10 Februari 1528. Baabullah merupakan generasi ke-5 Sultan Zainal Abidin (1585-1500) yang diangkat menjadi Sultan di usia ke-42 . Ketika menjadi Sultan, Baabullah telah berpengalaman berjihad melawan kafir Portugis yang hendak merampok kerajaan sekaligus merampok akidah Islam rakyatnya.
Sebagian kerajaan Islam, setiap anak-anak di wilayah kekuasaan kerajaan ini mendapat didikan agama yang kuat sejak kecil. Tak terkecuali Baabullah. Selain pengetahuan agama, Baabullah juga mendapatkan gemblengan kemiliteran menurut Islam dari Salahaka Sula dan Salahaka Ambon, keduanya panglima perang Ternate. Baabullah memperlihatkan kecakapan yang tinggi sehingga di usia muda sudah dipercaya menjadi Kaicil Peperangan (panglima tertinggi angkatan perang).
Semasa menjabat Sultan, Baabullah memperhebat peperangan terhadap Portugis. Baabullah tak kan pernah lupa bagaimana perang Salib ini membunuh ayahnya, Sultan Hairun, dengan biadab. Raga ayahnya hancur dengan dada yang bolong karena jantungnya dikeluarkan dan diambil Portugis untuk dipersembahkan kepada Rajamuda Portugis di Goa,India (1570). Dengan tangannya sendiri Baabullah membopong jasad ayahnya yang bermandikan darah.
Dalam memerangi Portugis, Sultan Baabullah senantiasa menyemangati barisan mujahidinnya dengan kalimat “Ri Jou si to nonakogudu moju se to suba!” (Hanya kepada Allah tercurah harapan, meski gaib, namun tetap akan kita sembah karena Dia ada!). Sultan Baabullah juga mengamati perkembangan Dunia Islam dan benturannya dengan kekuatan Salib Barat. Dalam salah satu tulisannya, Sultan Baabullah berkata, “Antara Islam dan Katolik terdapat jurang pemisah yang lebar. Sejarah kemenangan di Andalusia (Spanyol), Khalifah Barat, membuat mereka membenci dan iri kebesaran Kesultanan Ternate. Mereka menderita penyakit dendam kesumat serta pemusnahan di mana saja setiap melihat negeri-negeri Islam, baik di Goa, Malaka, Jawa, dan kita di Maluku sini. Kalau kita di Ternate kalah maka nasib kita akan sama dengan neger-negeri Islam di Jawa, Sulawesi, dan Sumatra”.
Sebab itu, Ternate membangun armada perangnya dengan sangat kuat. Di masa Sultan Baabullah, Ternate memiliki barisan mujahidin terlatih sebanyak lebih kurang 120.000 orang. Ternate juga menjalin kerjasama dengan sejumlah kerajaan Islam di luar Maluku seperti dengan wilayah Jawa (Jepara), Melayu, Makasar, dan Buton. Gabungan kekuatan ini akhirnya mampu merebut benteng Portugis seperti Fort Tolocce (dibangun tahun 1572), Santo Lucia Fortress (1518), dan Santo Pedro (1522).
Dalam pertempuran, pasukan canga-canga yang terdiri dari suku Tobelo dilengkapi panah api beracun, barisan Laskar Kolano Baabullah bersenjatakan meriam hasil rampasan dari benteng Portugis di Castel Sin Hourra Del Rosario, pusat kekejaman Portugis di Asia Tenggara sekaligus tempat mendidik para misionaris Portugis untuk menyebarkan Salib di Maluku dan sekitarnya.
Perang berjalan selama lima tahun (1570-1575) dengan kemenangan selalu di pihak Mujahidin. Akhirnya, pada 24 Desember 1575, Gubernur Nuno Pareira de Lacerda menaikkan bendera putih di istananya dan menyerahkan kota-benteng Santo Paulo atau kota Sen Hourra Del Rosario. Futuh Sen Houra del Rosario terjadi bertepatan di malam Natal. Para salibis keluar dari benteng dengan linangan air mata namun dijaga dengan baik oleh laskar Mujahidin Ternate. Senjata mereka dilicuti dan diantar menuju kapal laut yang membawa mereka ke Manila dan Timor.
Sikap baik Sultan Baabullah terhadap musuhnya ini menimbulkan perasaan kurang puas di kalangan pasukannya. Apalagi mereka masih ingat bagaimana ayah dari Sultan Baabullah dibunuh secara kejam. Namun Sultan Baabullah dengan sagat biujak mengatakan, “wahai rakyatku, ketahuilah bahwa Islam tidak memperbolehkan seorang Muslim mengambil keuntungan karena kelemahan musuhnya dalam perang di medan laga.” Sikap yang diperlihatkan Sultan Baabullah ini mengulang sikap ksatria yang diperlihatkan Panglima Islam Shalahuddin Al-Ayyubi saat membebaskan Yarusallaem di abad ke-12. Di Ternate, salib Portugis berhasil dikalahkan.
KemenanganTernate ini menginspirasikan para Mujahidin seluruh Nusantara. Kesultanan Ternate menjelma menjadi pusat dakwah yang andal di timur Indonesia. Banyak tenaga da’I dikirim ke wilayah-wilayah yang jauh dari pusatnya, seperti ke Kepulauan Nusa Tenggara. Sultan Baabullah dinaugrahi gelar “Khalifah Islam Nusantara Penguasa 72 Negeri” . Sultan Baabullah meninggal dunia pada 25 Mei 1583. Cucunya, Sultan Zainal Abidin, membentuk Aliansi Kekuatan Islam Nusantara yakni antara Kesultanan Ternate, Kerajaan Aceh Darusslama, dan Kerajaan Demak.
Sumber : Era Muslim digest – The Untold History : Konspirasi Penggelapan Sejarah di Indonesia