Etika Bertamu
Etika
bertamu membentuk suatu aspek penting dalam cara hidup yang Islami dan
membuktikan bahwa Islam menekankan hak-hak asasi manusia serta keadilan
sosial dalam kehidupan sehari-hari. Mengabaikan atau menyepelekan etika
ini berarti menggangu privasi seseorang dan bahkan bisa menakut-nakuti
mereka. Islam berarti damai dalam segala fase dan bentuk kehidupan. Oleh
karena itu, sangat penting untuk memahami petunjuk Allah SWT supaya
bisa memelihara kedamaian di dalam masyarakat. Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapatkan izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan” (QS. An-Nur 27-29)
Oleh karena itu kita tidak dijinkan memasuki satu rumah tanpa ijin dari pemiliknya. Juga dilarang untuk mengintip ke dalam rumah tersebut ketika pintu sudah dibuka untukmu. Perintah ini secara rinci disebutkan pada ayat-ayat diatas. Rumah dibagi ke dalam empat kategori. Karena itu larangan-larangan dan tata cara di dalam Islam kemudian dibagi menurut kategori tersebut.
Termasuk dalam ketegori pertama adalah rumah sendiri dimana anda tinggal sendiri. Jelas anda tidak membutuhkan ijin siapapun untuk memasukinya. Oleh karena itu tidak diatur secara khusus di dalam ayat-ayat di atas.
Dalam kategori kedua adalah rumah-rumah yang ada penghuninya. Anda tidak dijinkan memasuki rumah-rumah yang ada penghuninya. Anda tidak diijinkan memasuki rumah-rumah ini tanpa mengucapkan “salam” kepada penghuni dan kemudian meminta ijin kepada mereka untuk masuk. Anda boleh memasuki sebuah rumah hanya bila mendapatkan ijin dari penghuni.
Dalam kategori ketiga adalah rumah-rumah yang kosong atau tidak ada tanda bahwa penghuninya sedang berada di dalam pada saat itu. Sekali lagi, anda juga tidak dijinkan memasuki rumah-rumah semacam itu. Tidak ada seorangpun yang dijinkan untuk melanggar hak milik orang lain walaupun sedang kosong. Islam menuntut peraturan yang begitu tinggi, dan karena itu sangat menghargai orang lain berikut harta miliknya.
Kategori keempat dari rumah adalah bangunan yang dibuat untuk kepentingan umum. Contohnya adalah stasiun kereta api, sekolah, restoran, dan penginapan. Anda dijinkan memasuki bangunan-bangunan ini tanpa ijin resmi.
Kebijaksanaan yang tersirat di dalam peraturan ini sangat menarik. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an :
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal…” (QS. An-Nahl :80)
Allah SWT telah menetapkan rumah-rumah anda untuk ketenangan anda seutuhnya.
Ketenangan ini hanya bisa menikmati bila penghuni rumah bisa melakukan kegiatan pribadi dengan bebas dan leluasa secara tuntas. Campur tangan dari luar dalam bentuk apapun akan merusak ketenangan ini. Islam melarang campur tangan terhadap kebebasan orang lain. Hal ini bisa menjurus menjadi menyusahkan orang lain, yang hukumnya haram.
Disamping itu, bila kita mengunjungi seseorang dengan seijinkannya, kita akan diterima dengan ramah. Dia tidak hanya akan menghargai kita, tetapi juga akan berusaha sebaik-baiknya untuk membantu kita. Sebaliknya, bila kita memaksakan kehendak kepada tuan rumah, kita sungguh-sungguh akan membuatnya takut terhadap campur tangan yang tidak dikehendaki tersebut. Tentu saja dia akan menggunakan segala cara untuk mengeluarkan kita dari rumahnya secepat mungkin tanpa menawarkan bantuan apapun.
Bila kita mengucapkan salam kepada seseorang, bahkan sebelum meminta ijin untuk memasuki rumahnya, kita menanam ikatan cinta diantara kita. Salam merupakan doa bagi dia agar selamat dari segala bencana. Salam juga merupakan suatu pernyataan dan janji salaing menghargai dan menghormati. Alangkah indahnya memulai suatu hubungan dengan cara seperti ini. Sebaliknya, bila seseorang tidak mengucapkan salam, dan kemudian meminta ijin memasuki rumah seseorang, ia tentu saja mengganggu dan membuat takut pemilik rumah. Islam bermaksud membongkar akar dari bentuk terror seperti ini dengan mengajarkan etika dan tata cara bersosial/ bergaul.
Peraturan ini juga dibuat untuk mencegah kerusakan moral. Sebagai contoh, bila seseorang memasuki rumah orang lain tanpa permisi, dia bisa saja berpapasan dengan istri atau anak perempuan dari pemilik rumah. Setan bisa memasukkan niat buruk ke dalam hati sang tamu.Banyak kerusakan moral sejenis yang bisa dicegah bila kita mengikuti petunjuk Allah SWT.
Yang terakhir tetapi tidak kalah pentingnya, adalah untuk menjaga keleluasaan pribadi penghuni rumah. Sebagai contoh, seseorang sedang melakukan suatu kegiatan di dalam rumahnya yang ia tidak mau diketahui orang lain. Di dalam Islam, dilarang kita menyelidiki rahasia orang lain. Allah SWT berfirman :
“dan jangalah mencari-cari keburukan orang….”(QS. Al-hujarat :12)
Oleh karena itu peraturan bertamu ini memberikan solusi yang adil dan seimbang terhadap bermacam-macam penyakit masyarakat. Peraturan ini tidak hanya tertulis di atas kertas saja. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya betul-betul mempraktekkannya sehingga menciptakan ummat yang sangat mengagumkan. Beberapa contoh bisa dilihat dibawah ini.
Imam Malik ra menulis di dalam bukunya Mawatta, seperti diriwayatkan oleh Atta bin Yasar bahwa seseorang mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya, “Haruskah aku minta permisi untuk masuk ke rumah ibuku?” Nabi Muhammad SAW menjawab,”Ya”. Orang itu berkata,””Ya Nabi, aku tinggal bersama ibuku di dalam rumah itu”. Kembali ia diperintahkan agar tidak masuk ke dalam rumah itu tanpa ijin. Ia bertanya lagi, “Ya Nabi, aku berada di dalam rumah itu terus menerus untuk melayaninya.”. Nabi Muhmmad SAW menjawab,’Engkau harus meminta ijin dulu”. Maukah kamu melihat ibumu dalam keadaan berpakaian tidak layak?” Ia menjawab, “tidak”. Nabi bersabda, “Karena itulah ijin masuk diperlukan, untuk menghindari hal-hal seperti itu”.
Ibnu Katsir berkata bahwa tidak diharuskan meminta ijin masuk bila istrimu tinggal di dalamnya sendiri. Tetapi, bagaimanapun, dianggap pantas bila anda melakukannya. Sebagai contoh, Istri Abdullah bin Masud ra berkata, “Suamiku biasa mengetuk pintu sebelum memasuki rumah supaya ia tidak melihat aku dalam keadaan yang tidak disukainya”.
Cara yang benar untuk meminta ijin adalah pertama dengan mengucapkan “salam” lalu mengetuk pintu, atau menekan bel. Bila penghuni rumah menanyakan identitas anda, segeralah berikan nama lengkap anda. Jangan hanya dia atau menjawab “saya”. Hal ini bisa menyebabkan kegelisahan, kekuatiran, atau ketakutan di dalam hati penghuni rumah.
Bila tidak ada jawaban dari dalam rumah setelah “salam” yang diikuti dengan ketukan di pintu, ulangi lagi usaha ini dua kali. Bila tetap masih belum ada jawaban, anda tidak boleh memasuki rumah itu.
Ada beberapa contoh lain yang harus disebutkan disini agar menjadi jelas. Bila penghuni rumah meminta anda untuk menunda kunjungan anda ke hari lain, anda harus menurutinya. Anda jangan keberatan dengan permintaannya ini karena mungkin dia punya alasan yang kuat. Tidak ada alasan apapun yang mengijinkan anda memaksakan kehendak anda terhadap orang lain.
Perlu juga disebutkan disini bahwa gedung-gedung pelayanan masyarakat juga mempunyai beberapa persyaratan untuk memasukinya. Persyaratan-persayaratan ini juga harus dipatuhi. Misalnya, anda tidak boleh masuk peron stasiun tanpa membeli tiket dulu. Sama hal nya jika di kompleks tersebut jika mungkin ada ruangan-ruangan untuk manager. Kita juga tidak boleh sembarangan memasuki ruangan tersebut tanpa ijin.
Ada juga etika bertamu bagi anggota keluarga dalam satu rumah. Hal ini tertuang dari firman Allah SWT :
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali, yaitu : sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaianmu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. Itulah tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu(ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nur :58-59)
Oleh karena itu orang tua harus mendidik anak-anaknya mengenai tata cara ini. Selanjutnya, orang yang berkunjung ke rumah orang lain juga harus mengikuti peraturan ini.
Dengan mengikuti tata cara ini, kehidupan menjadi lebih teratur dan terhormat baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Masyarakat seperti ini akan menikmati suasana yang damai, tenteram, dan terhormat.
Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. bukhari dan Muslim)
Sumber : Peringatan Kepada Ulul Albab, oleh Imtiaz Ahmad
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapatkan izin. Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali lah”, maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan” (QS. An-Nur 27-29)
Oleh karena itu kita tidak dijinkan memasuki satu rumah tanpa ijin dari pemiliknya. Juga dilarang untuk mengintip ke dalam rumah tersebut ketika pintu sudah dibuka untukmu. Perintah ini secara rinci disebutkan pada ayat-ayat diatas. Rumah dibagi ke dalam empat kategori. Karena itu larangan-larangan dan tata cara di dalam Islam kemudian dibagi menurut kategori tersebut.
Termasuk dalam ketegori pertama adalah rumah sendiri dimana anda tinggal sendiri. Jelas anda tidak membutuhkan ijin siapapun untuk memasukinya. Oleh karena itu tidak diatur secara khusus di dalam ayat-ayat di atas.
Dalam kategori kedua adalah rumah-rumah yang ada penghuninya. Anda tidak dijinkan memasuki rumah-rumah yang ada penghuninya. Anda tidak diijinkan memasuki rumah-rumah ini tanpa mengucapkan “salam” kepada penghuni dan kemudian meminta ijin kepada mereka untuk masuk. Anda boleh memasuki sebuah rumah hanya bila mendapatkan ijin dari penghuni.
Dalam kategori ketiga adalah rumah-rumah yang kosong atau tidak ada tanda bahwa penghuninya sedang berada di dalam pada saat itu. Sekali lagi, anda juga tidak dijinkan memasuki rumah-rumah semacam itu. Tidak ada seorangpun yang dijinkan untuk melanggar hak milik orang lain walaupun sedang kosong. Islam menuntut peraturan yang begitu tinggi, dan karena itu sangat menghargai orang lain berikut harta miliknya.
Kategori keempat dari rumah adalah bangunan yang dibuat untuk kepentingan umum. Contohnya adalah stasiun kereta api, sekolah, restoran, dan penginapan. Anda dijinkan memasuki bangunan-bangunan ini tanpa ijin resmi.
Kebijaksanaan yang tersirat di dalam peraturan ini sangat menarik. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an :
“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal…” (QS. An-Nahl :80)
Allah SWT telah menetapkan rumah-rumah anda untuk ketenangan anda seutuhnya.
Ketenangan ini hanya bisa menikmati bila penghuni rumah bisa melakukan kegiatan pribadi dengan bebas dan leluasa secara tuntas. Campur tangan dari luar dalam bentuk apapun akan merusak ketenangan ini. Islam melarang campur tangan terhadap kebebasan orang lain. Hal ini bisa menjurus menjadi menyusahkan orang lain, yang hukumnya haram.
Disamping itu, bila kita mengunjungi seseorang dengan seijinkannya, kita akan diterima dengan ramah. Dia tidak hanya akan menghargai kita, tetapi juga akan berusaha sebaik-baiknya untuk membantu kita. Sebaliknya, bila kita memaksakan kehendak kepada tuan rumah, kita sungguh-sungguh akan membuatnya takut terhadap campur tangan yang tidak dikehendaki tersebut. Tentu saja dia akan menggunakan segala cara untuk mengeluarkan kita dari rumahnya secepat mungkin tanpa menawarkan bantuan apapun.
Bila kita mengucapkan salam kepada seseorang, bahkan sebelum meminta ijin untuk memasuki rumahnya, kita menanam ikatan cinta diantara kita. Salam merupakan doa bagi dia agar selamat dari segala bencana. Salam juga merupakan suatu pernyataan dan janji salaing menghargai dan menghormati. Alangkah indahnya memulai suatu hubungan dengan cara seperti ini. Sebaliknya, bila seseorang tidak mengucapkan salam, dan kemudian meminta ijin memasuki rumah seseorang, ia tentu saja mengganggu dan membuat takut pemilik rumah. Islam bermaksud membongkar akar dari bentuk terror seperti ini dengan mengajarkan etika dan tata cara bersosial/ bergaul.
Peraturan ini juga dibuat untuk mencegah kerusakan moral. Sebagai contoh, bila seseorang memasuki rumah orang lain tanpa permisi, dia bisa saja berpapasan dengan istri atau anak perempuan dari pemilik rumah. Setan bisa memasukkan niat buruk ke dalam hati sang tamu.Banyak kerusakan moral sejenis yang bisa dicegah bila kita mengikuti petunjuk Allah SWT.
Yang terakhir tetapi tidak kalah pentingnya, adalah untuk menjaga keleluasaan pribadi penghuni rumah. Sebagai contoh, seseorang sedang melakukan suatu kegiatan di dalam rumahnya yang ia tidak mau diketahui orang lain. Di dalam Islam, dilarang kita menyelidiki rahasia orang lain. Allah SWT berfirman :
“dan jangalah mencari-cari keburukan orang….”(QS. Al-hujarat :12)
Oleh karena itu peraturan bertamu ini memberikan solusi yang adil dan seimbang terhadap bermacam-macam penyakit masyarakat. Peraturan ini tidak hanya tertulis di atas kertas saja. Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya betul-betul mempraktekkannya sehingga menciptakan ummat yang sangat mengagumkan. Beberapa contoh bisa dilihat dibawah ini.
Imam Malik ra menulis di dalam bukunya Mawatta, seperti diriwayatkan oleh Atta bin Yasar bahwa seseorang mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya, “Haruskah aku minta permisi untuk masuk ke rumah ibuku?” Nabi Muhammad SAW menjawab,”Ya”. Orang itu berkata,””Ya Nabi, aku tinggal bersama ibuku di dalam rumah itu”. Kembali ia diperintahkan agar tidak masuk ke dalam rumah itu tanpa ijin. Ia bertanya lagi, “Ya Nabi, aku berada di dalam rumah itu terus menerus untuk melayaninya.”. Nabi Muhmmad SAW menjawab,’Engkau harus meminta ijin dulu”. Maukah kamu melihat ibumu dalam keadaan berpakaian tidak layak?” Ia menjawab, “tidak”. Nabi bersabda, “Karena itulah ijin masuk diperlukan, untuk menghindari hal-hal seperti itu”.
Ibnu Katsir berkata bahwa tidak diharuskan meminta ijin masuk bila istrimu tinggal di dalamnya sendiri. Tetapi, bagaimanapun, dianggap pantas bila anda melakukannya. Sebagai contoh, Istri Abdullah bin Masud ra berkata, “Suamiku biasa mengetuk pintu sebelum memasuki rumah supaya ia tidak melihat aku dalam keadaan yang tidak disukainya”.
Cara yang benar untuk meminta ijin adalah pertama dengan mengucapkan “salam” lalu mengetuk pintu, atau menekan bel. Bila penghuni rumah menanyakan identitas anda, segeralah berikan nama lengkap anda. Jangan hanya dia atau menjawab “saya”. Hal ini bisa menyebabkan kegelisahan, kekuatiran, atau ketakutan di dalam hati penghuni rumah.
Bila tidak ada jawaban dari dalam rumah setelah “salam” yang diikuti dengan ketukan di pintu, ulangi lagi usaha ini dua kali. Bila tetap masih belum ada jawaban, anda tidak boleh memasuki rumah itu.
Ada beberapa contoh lain yang harus disebutkan disini agar menjadi jelas. Bila penghuni rumah meminta anda untuk menunda kunjungan anda ke hari lain, anda harus menurutinya. Anda jangan keberatan dengan permintaannya ini karena mungkin dia punya alasan yang kuat. Tidak ada alasan apapun yang mengijinkan anda memaksakan kehendak anda terhadap orang lain.
Perlu juga disebutkan disini bahwa gedung-gedung pelayanan masyarakat juga mempunyai beberapa persyaratan untuk memasukinya. Persyaratan-persayaratan ini juga harus dipatuhi. Misalnya, anda tidak boleh masuk peron stasiun tanpa membeli tiket dulu. Sama hal nya jika di kompleks tersebut jika mungkin ada ruangan-ruangan untuk manager. Kita juga tidak boleh sembarangan memasuki ruangan tersebut tanpa ijin.
Ada juga etika bertamu bagi anggota keluarga dalam satu rumah. Hal ini tertuang dari firman Allah SWT :
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali, yaitu : sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaianmu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. Itulah tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu(ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur balig, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nur :58-59)
Oleh karena itu orang tua harus mendidik anak-anaknya mengenai tata cara ini. Selanjutnya, orang yang berkunjung ke rumah orang lain juga harus mengikuti peraturan ini.
Dengan mengikuti tata cara ini, kehidupan menjadi lebih teratur dan terhormat baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Masyarakat seperti ini akan menikmati suasana yang damai, tenteram, dan terhormat.
Rasulullah SAW bersabda :
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. bukhari dan Muslim)
Sumber : Peringatan Kepada Ulul Albab, oleh Imtiaz Ahmad