Bersikap Empati Pada Orang Lain

Empati adalah bukan sekedar bersimpati kepada orang, tapi sudah pada tahapan seakan-akan kita sendiri yang mengalaminya.

Irama kehidupan yang kita alami tak jarang membuat kita agak terlena kepada saudara kita yang lain. Kita sibuk mengurus diri sendiri tanpa sempat menoleh di sekeliling lingkungan. Sementara banyak sekali peristiwa-peristiwa yang dapat menjadi ladang amal, ketika kita turut serta atau berpartisipasi didalamnya. Sebagaimana kita ketahui dan mungkin sebagian mengalami, berbagai ujian dan cobaan terasa seperti gelombang yang tiada berujung, saling susul menyusul, seolah-olah menguji seberapa besar empati dan kepedulian kita kepada sesama.

Keterlenaan hamba ini telah berulang kali diingatkan oleh Allah SWT.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
  "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya" (QS. Al-Maidah : 2)

Tolong-menolong dalam kebaikan sebagai sarana menumbuhkan empati dalam jiwa muslim menjadi wujud dari kesetiakawanan sosial yang akan kembali kepada diri kita sendiri. Seorang muslim diajarkan untuk selalu berbagi dalam kedaan lapang maupun sempit, sebab pelajaran berempati tidak mungkin kita dapatkan dari sekolah formal. Ia diajarkan oleh Allah SWT langsung melalui kuasa-Nya yang hanya dapat kita tangkap dengan mata hati dan perasaan yang ikhlas.

Sejarah membuktikan rasa empati sesama muslim mampu menembus kegelapan peradaban dunia sehingga syiar Islam dapat menerangi cahaya di seluruh bumi. Ini pernah dilakukan oleh kaum Anshar yang merupakan penduduk Madinah dengan menerima kedatangan tamu kaum Muhajirin secara terbuka dan penuh kasih sayang. Sikap empati yang ditunjukkan kaum Anshar kepada kaum pendatang Muhajirin di buktikan dengan mengikhlaskan rumah-rumah tempat tinggal mereka untuk ditempati oleh kaum Muhajirin tanpa ada sedikit pun perasaan khawatir, padahal sebelumnya mereka tidak kenal sama sekali. Tanpa sikap empati yang besar persaudaraan antara mereka tidak akan pernah terjalin.

Melapangkan penderitaan sesama muslim dengan mampu menyelami keadaan jiwanya dapat membuat hati saudara kita menjadi tenang. Ketenangan hati ini akan membawa pada kejernihan jiwa dalam memandang sebuah permasalahan sehingga hati kita akan semakin menyadari banyak hikmah yang menjadi misteri dibalik penderitaan ini mampu merasakan apa yang dirasa oleh saudara kita yang kurang beruntung. Ini juga dapat menjadi cerminan pribadi seorang muslim yang sempurna selaras dengan tujuan Islam. Penderitaan sebesar apapun yang menimpa saudara kita, jika kita menunjukkan sikap berempati denganya akan dapat meringankan beban pikirannya, ibarat oase di tengah padang pasir yang akan selalu ditunggu.

Sesungguhnya saat ini adalah waktu yang tepat untuk mulai mengasah sikap empati kita kepada kaum muslim. Ditengah kebisuan dan ketumpulan hati sebagian besar masyarakat, akibat deraan permasalahan hidup yang menumpuk, empati dapat menjadi pelumas yang melicinkan tumbuhnya rasa kasih sayang, juga menjadi penyubur persemaian bibit-bibit cinta kasih di ladang hati kita.

Seseorang telah datang menemui Rasulullah SAW dan telah menceritakan tentang kelaparan yang dialaminya. Kebetulan pada ketika itu baginda tidak mempunyai makanan. Baginda Rasulullah SAW kemudian bertanya kepada para sabahat, "Adakah diantara kamu yang sanggup melayani orang ini sebagai tamu malam ini untukku?" Seorang dari kaum Anshar menyahut, "Wahai Rasullah, saya sanggup melakukannya".

Orang Anshar itu membawa orang tadi kerumahnya dan menerangkan pula kepada istrinya seraya berkata, "Beliau adalah tamu Rasulullah kita mesti melayaninya dengan sebaik-baiknya." Lalu istrinya menjawa, "Demi Allah! Sebenarnya aku tidak menyimpan makanan apapun, yang ada cuma sedikit, itu hanya mencukupi untuk makanan anak-anak kita. Orang Anshar itu pun berkata, "Kalau begitu engkau tidurkanlah mereka dahulu (anak-anaknya) tanpa memberi makanan kepada mereka. Apabila saya duduk berbincang-bincang dengan tamu ini disamping jamuan makan yang sedikit ini, dan apabila kami mulai makan engkau padamkanlah lampu itu, sambil berpura-pura hendak membetulkannya kembali supaya tamu itu tidak mengetahui bahwa saya tidak makan bersamanya."

Begitu besar pancaran cinta kasih dari dalam hari orang Anshar tersebut, membuat sebuah keluarga merelakan untuk berkorban, demi saudara lain yang lebih membutuhkan. Jika sikap empati kepada orang lain ini menjadi bagian dari sikap keseharian muslim, beban dan tekanan semula menjadi penyakit mematikan dapat berubah menjadi kesembuhan..

Sumber : Majalah Muzakki edisi no.05 th 03. Mei 2007. Rabi'ul Akhir 1428

bersikap empati

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel